Home / NEWS / Film Horor Dasim Rilis Perdana, Para Pemain Sapa Penggemar di Yogyakarta

Film Horor Dasim Rilis Perdana, Para Pemain Sapa Penggemar di Yogyakarta

Film Horor Dasim Rilis Perdana, Para Pemain Sapa Penggemar di Yogyakarta


, YOGYA –

Penayangan perdana film horror Dasim di semua bioskop Indonesia pada Minggu (18/5/2025) malam mendapat sambutan hangat dari para fans di Yogyakarta.

Tiga bintang utama dari film ini, yaitu Omar Daniel, Zulfa Maharani, serta Dinda Kanyadewi, turut hadir untuk menyapa para pemirsanya secara langsung sambil menceritakan kisah-kisah menarik tentang bagaimana mereka terlibat dalam pembuatan film bertemakan hantu dalam kehidupan keluarga itu.

Mereka menceritakan pengalaman dibelakang panggung pembuatan film, hambatan yang harus dilalui untuk memerankan peran dengan baik, dan makna terdalam yang ingin tersampaikan lewat produksi arahan Gina Titabarua Tembang Asri tersebut.

“Dasim tidak hanya merupakan sebuah film horror yang bertujuan untuk mengagetkan penonton,” kata Omar Daniel, aktor yang memerankan karakter Arman.

“Film ini menyatukan unsur horor supernatural dengan dramatisasi keluarga yang mendalam. Terdapat pelajaran serta pesan etika yang masih aktual, khususnya untuk pasangan pemula, entah mereka telah berkeluarga atau belum,” tambahnya.

Ginanti Rona, yang telah mencapai kesuksesan melalui film Qorin (2023) serta Kemah Terlarang: Kesurupan Massal (2024), menghadirkan lagi cerita menegangkan dengan sentuhan emosi yang memilukan.

Judul Dasim sendiri diambil dari nama jin dalam ajaran Islam, yang dikenal sebagai pengganggu keharmonisan rumah tangga.

Pada film tersebut, disebutkan bahwa Dasim berperan sebagai sosok jahat yang menjejali kehidupan sepasang suami istri dan menghancurkannya secara perlahan dengan membangkitkan rasa iri, prasangka, serta pertikaian.

Namun, di atas segalanya, Dasim juga menyinggung masalah-masalah hubungan yang realistis dan berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.

Perselisihan di antara ibu mertua dan anak ipar, salah pengertian pada pernikahan pasangan, ditambah dengan beban psikologis yang timbul dalam kehidupan keluarga, membentuk inti cerita tersebut.

“Terkadang, manusia dapat menjadi lebih berbahaya dari iblis,” ujar Omar, menunjukkan seberapa rumit pertarungan dalam cerita tersebut.

Kisah ini mengikuti sepasang suami istri yaitu Arman dan Salma yang tengah merencanakan kedatangan buah hati pertama mereka.

Rumah yang tadinya dianggap sebagai tempat perlindungan, secara bertahap bertransformasi menjadi area dipenuhi dengan stres dan ketakutan.

Salma mulai merasakan tekanan psikis yang tidak terlihat dan ini menyebabkannya mengalami depresi secara mental.

Mereka memilih untuk pindah ke kediaman Ibu Arman, dengan harapan mendapatkan ketentraman.

Tetapi yang terjadi malah berlawanan dengan itu.

Interaksi antara Salma dan ibu mertua-nya, Teh Diah, yang dimainkan oleh Dinda Kanyadewi, malah menimbulkan perselisihan baru.

Konflik di antara kedua wanita yang tinggal serumah menghasilkan dinamika emosi yang sangat kuat.

” Ini tak sekadar berkaitan dengan gangguan yang ditimbulkan oleh jin,” kata Dinda.

“Tetapi mengenai cara di mana hubungan dalam keluarga dapat berubah menjadi lapangan horor yang sebenarnya,” lanjutnya.

Tension reaches new heights as Arman becomes increasingly occupied with work and seldom returns home.

Salma merasa terpinggirkan dan mulai curiga ada halangan dalam hubungannya.

Pada situasi yang semakin tidak stabil, Salma mencari bantuan rohani dari seorang tetangganya.

Sayangnya, tindakan tersebut malah menciptakan kesempatan untuk serangan yang lebih mendalam dan menakutkan.


Kesulitan di Balik Layar

Pembuatan film ini pun tak berjalan dengan mulus. Menurut Zulfa Maharani, kondisi iklim turut menjadi hambatan utama.

“Proses syuting berlangsung di Bandung ketika sedang musim penghujan. Berbagai adegan mengalami penundaan akibat cuaca buruk,” jelasnya.

Di luar hambatan teknis, tantangan lain berasal dari aspek emosi bagi para pemain. Omar Daniel menyatakan bahwa dia harus sungguh-sungguh mengeksplorasi perananya sebagai Arman, karakter yang terjebak dalam situasi sulit antara istrinya dan ibunya.

“Saya perlu dapat menyebarkan emosi dengan bijaksana, menunjukkan kasih sayang serta kewajiban pada kedua wanita yang paling penting dalam kehidupan Arman,” tegasnya.

Untuk Dinda Kanyadewi, tantangan yang lebih berat berasal dari aspek fisik dan psikologi.

Sebagai tokoh penantang, saya perlu mengungkapkan emosi yang sangat intens di bawah tekanan tertentu. Film horor tidak hanya melibatkan ekspresi ketakutan, tetapi juga tentang daya tahan dan keteraturan emosi.

Tidak seperti sebagian besar film horor yang bergantung pada efek kejutan atau adegan mengejutkan, Dasim mendorong penonton untuk berpikir dan menyimpulkan.

Salah satu pesan kunci dari film tersebut ialah nilai penting dari keyakinan serta tenaga rohani yang berperan seperti benteng pertahanan akhir saat menemui hambatan, entah itu halangan jasmani atau gaib.

“Salma adalah karakter yang selalu mencoba membangun ikatan spiritual dalam keluarganya,” tutur Zulfa. “Dia mengajak suaminya untuk shalat berjamaah, berdoa, dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai cara untuk melawan gangguan dari dalam dan luar.”

Dasim muncul sebagai hembusan segar di industri film horror tanah air.

Movie ini bukan saja menampilkan tensi yang mendebarkan, namun juga kedalamannya dalam menggambarkan emosi serta pemikiran tentang masalah sosial.

Dia mengatakan bahwa ancaman di dalam keluarga tidak selalu berasal dari luar, melainkan dapat timbul dari dalam akibat ketidaksinambungan, miskomunikasi, sampai dengan emosi negatif yang dibiarkan membesar.

Berbekal kisah yang memukau, performa aktor yang luar biasa, serta penyajian visual yang mendebarkan, Dasim pantas dianggap sebagai sebuah pertunjukan yang tidak hanya seram, melainkan juga berkesan dan merangsang pemikiran mengenai betapa vitalnya komunikasi, simpati, dan spiritualitas untuk melestarikan hubungan keluarga.

(*)

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *