Home / NEWS / Temuan Mengejutkan: Overuse Zat Kimia dalam Pembuatan Gula Cokelat Sukrosa di Lakbok Ciamis

Temuan Mengejutkan: Overuse Zat Kimia dalam Pembuatan Gula Cokelat Sukrosa di Lakbok Ciamis

Temuan Mengejutkan: Overuse Zat Kimia dalam Pembuatan Gula Cokelat Sukrosa di Lakbok Ciamis


KABAR PRIANGAN

– Praktek produksi makanan yang tak memenuhi standar kembali menjadi sorotan di Kabupaten Ciamis. Hasil dari penyelidikan bersama di Lakbok, Ciamis, pada hari Selasa, 20 Mei 2025, menunjukkan bahwa terlalu banyak zat kimia digunakan dalam proses pembuatan gula coklat sukrosa yang umumnya dipasar lokal dikenal dengan nama gula merah.

Barang ini tidak hanya mengandalkan gula putih murni, melainkan juga mencampurkan molase (sisihan tebu), glukosa, tepung terigu, serta metabisulfit dalam jumlah berlebihan dan merugikan bagi kesehatan.

Pada setiap tahapan produksi yang menghasilkan 150 kilogram produk, pemakaian metabisulfit dapat mencapai antara 250 sampai 500 gram. Sementara itu, menurut Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan, jumlah maksimal residu sulfit (diukur sebagai SO₂) dalam makanan hanyalah 40 miligram per kilogram.

Ini berarti bahwa zat-zat di dalam produk tersebut melebihi batas aman sebanyak 27 sampai 55 kali.

Kegiatan bimbingan dan pemantauan tersebut dijalankan oleh DKUKMP Ciamis, Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Balai Besar POM Jawa Barat, bersama dengan petugas dari Kecamatan Lakbok.

Konsentrasi pengawasan berada di implementasi Praktik Pengolahan Makanan Yang Baik (PPMPB).

“Kami berharap para pengusaha dapat menaati CPPOB untuk memastikan bahwa barang produksi mereka tetap aman, bermutu baik, serta mampu bersaing,” jelas Kabid Industri DKUKMP Ciamis, Dini Kusliani, pada hari Rabu, tanggal 21 Mei 2025.

Akan tetapi, hasil pengamatan di lapangan malah mengungkap bahwa mayoritas produk tersebut gagal mematuhi standar keamanan makanan.

Di samping penerapan bahan penambah secara berlebihan, banyak pembuat produk juga gagal untuk menampilkan label yang cukup, termasuk tak memberikan informasi mengenai nama barang dengan tegas, kandungan materialnya, atau masa kadaluarsanya.


Berbahaya

Sanitarian Pemula dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, Ii Suarni, memperingatkan tentang bahayanya menggunakan metabisulfit dengan dosis tinggi karena dapat menyebabkan dampak akumulatif yang merugikan.

“Apabila kandungan tertentu telah tinggi sejak dini dan kemudian pada proses pemrosesan lebih lanjut ditambah dengan bahan serupa, hal ini dapat meningkatkan ancaman bagi konsumen. Efeknya mungkin mencakup masalah pernafasan, iritasi lambung, hingga reaksi alergi yang parah,” jelas Ii.


Pelanggaran Hak Konsumen

Muhammad Abid Buldani, seorang pengawas perlindungan konsumen, dengan tegas mengutuk praktek tersebut.

Menurutnya, peningkatan distribusi gula cokelat sukrosa yang tidak memiliki standar dan keterangan jelas melanggar hak-hak fundamental konsumen sesuai dengan Pasal dalam UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Perlindungan Konsumen.

” Produk makanan wajib menyediakan informasi yang akurat, transparan, dan terpercaya. Hal ini berkaitan dengan keamanan pengguna. Jika penandaannya disembunyikan atau aditif di atas ambang batas, hal tersebut tidak hanya melanggar aturan tetapi juga menjadi bahaya serius bagi kesejahteraan umum, terutama jika produk telah mencapai skala nasional,” tandas Abid.

Dia menekankan agar pemerintah bertindak cepat dengan memberikan sanksi keras bagi para pembuat aturan yang tak mematuhi peraturan tersebut. Hal ini meliputi penetapan standar nasional untuk mengklasifikasikan gula merah berdasarkan jenis bahan dasarnya, melarang pendistribusion makanan tanpa adanya label atau ijin edar resmi, serta menyelenggarakan pelatihan komprehensif bagi pebisnis skala kecil tentang pentingnya menjaga keselamatan makanan.

Menurut pernyataan tersebut, beberapa ketentuan undang-undang yang diyakini telah dilanggar dalam praktek ini meliputi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 mengenai Produk Pertanian, Pasal 97 dari Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Penyisipan Informasi dan Iklan pada Makanan, Regulasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 Tahun 2019 dan Nomor 13 Tahun 2023, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen.

“Penjahat bisnis yang melanggar aturan tersebut bisa menghadapi sanksi administratif sampai hukuman pidana sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang-Undang Pertanian Pasal 135, yang menetapkan bahwa para pelanggar kewajiban pengenal produk pertanian dapat dipenjarakan selama dua tahun atau diminta membayar denda mencapai empat miliar rupiah,” katanya tegas.


Tersebar Luas

Gula cokelat sukrosa jenis ini sudah mendunia dan memiliki penyebaran yang cukup besar, dengan jumlah pendistribusian yang signifikan.

Oleh karena itu, harganya di pasaran jauh lebih rendah dibandingkan gula merah yang terbuat dari nira kelapa atau aren. Hal ini disebabkan penggunaan bahan dengan biaya produksi yang lebih murah.

“Ini secara signifikan mengurangi kemampuan para petani tebu tradisional untuk bersaing dan seiring dengan itu meningkatkan risiko dampak buruk terhadap pola konsumsi pangan publik karena eksposur ke zat kimia yang tak sesuai aturan,” jelas dia. ***

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *