Home / NEWS / Sensor Ketat di Korea Utara: Screenshot Gawai Setiap 5 Menit, Istilah “Oppa” Dilarang

Sensor Ketat di Korea Utara: Screenshot Gawai Setiap 5 Menit, Istilah “Oppa” Dilarang

Daftar Resmi: 25 Pemain Timnas China Siap Hadapi Timnas Indonesia


PYONGYANG,

– Peralatan milik warga Korea Utara bekerja dengan cara yang terprogram
screenshoot
Setiap lima menit sekali dilakukan tanpa disadari oleh para pengguna.

Hasil itu muncul setelah adanya penyelidikan terkini dari
BBC
terkait dengan perangkat yang ilegal dan diam-diam dibawa keluar dari negeri pimpinan Kim Jong Un tersebut.

Gawai tersebut diselundupkan oleh
Daily NK
Sebuah lembaga medya yang bermarkas di Seoul diam-diam meninggalkan Korea Utara pada pertengahan tahun ini.

Gambar hasil
screenshoot
disimpan dalam direktori tersembunyi yang tak bisa dibuka penggunanya, namun diyakinan bahwa itu mungkin diketahui oleh pihak berwenang Korea Utara, seperti yang diberitakan
New York Post
, Minggu (1/6/2025).

Selain melakukan
screenshoot
, perangkat di Korea Utara juga mengirim pesan pemberitahuan kepada pemakai terkait dengan penggunaan kata-kata
slang
Korea Selatan.

Sebagai contoh, istilah “oppa” yang merujuk pada kakak laki-laki dalam bahasa Korea, tetapi di Korea Selatan, frasa itu sering digunakan sebagai pengganti untuk “kekasih”.

Saat pengguna di Korea Utara mengetikkan kata ‘oppa’ pada perangkat seluler mereka, sistem operasi akan secara otomatis memperbaiki ke versi yang lebih sesuai dengan budaya setempat.

Peringatan selanjutnya keluar, menginformasikan kepada pemakai telepon genggam bahwa kata “oppa” seharusnya hanya dipergunakan untuk kakak laki-laki biologis yang lebih senior.

Di samping itu, aplikasi tersebut dengan otomatis mengubah “Korea Selatan” menjadi “negara boneka”, sesuai hasil penyelidikan.
BBC
.

“Ponsel pintar kini menjadi bagian tak terpisahkan dari cara Korea Utara mencoba mencuci otak orang,” kata Martyn Williams, peneliti senior di Stimson Center yang berbasis di Washington DC dan ahli dalam teknologi dan informasi Korea Utara, kepada BBC.

Aksen Korea Utara

“Alasan pengendalian ini adalah karena begitu banyak mitos seputar keluarga Kim yang dibuat-buat. Banyak hal yang mereka katakan kepada orang-orang adalah kebohongan,” papar Williams.

Pembatasan terhadap perangkat milik warganya adalah salah satu langkah keras yang diambil oleh pemerintah Korea Utara.

Di tahun 2023, Kim Jong Un mengumumkan secara resmi bahwa menggunakan istilah dari Korea Selatan atau berbicara dengan logat mereka adalah suatu pelanggaran hukum negara.

Personel dari “tim penegakkan disiplin pemuda” juga dikirim untuk melaksanakan pengawasan jalanan, mengamati tingkah laku para pemuda asal Korea Utara.

Seorang defector asal Korea Utara bernama Kang Gyuri (24 tahun) berkata kepada
BBC
bahwa dia akan dipindahkan dan disanksi karena menyusun rambut serta memakai pakaian mirip dengan gaya orang Korea Selatan.

Ia kabur dari pemerintahan Kim Jong Un menggunakan kapal kecil tahun 2023 dan saat ini menetap di Korea Selatan.

Kang menjelaskan bahwa petugas kepolisian juga akan menyita peralatannya dan mengecek pesan singkatnya guna melihat apakah terdapat terminologi dari Korea Selatan yang diharamkan.

Subversif

Taktik yang semakin tegas dari Korea Utara adalah balasan atas usaha pihak berwenang di Korea Selatan untuk menyebarluaskan pesan-pesan provokatif ke arah utara.

Pesan-pesan itu bertujuan untuk menunjukkan kepada warga Korea Utara perbedaan kehidupan di Korea Selatan.

Meskipun semua surat kabar dan saluran TV luar negeri dilarang di Utara, sejumlah kecil penyiaran berhasil secara rahasia menyiarkan informasi ke dalam Korea Utara pada malam hari melalui gelombang radio pendek dan menengah.

Ribuan
flash disk USB
Dan kartu memori micro-SD yang berisi konten seperti drama dari Korea Selatan serta musik K-pop juga ditransfer secara ilegal melewati batas wilayah setiap bulannya, biasanya tersembunyi di dalam kemasan buah-buahan.

Untuk para pemisah diri seperti Kang, pengenalan awalnya dengan dunia luar dilakukan lewat siaran radio illegal serta tayangan drakor.

Tampakan itu menyebabkannya merasa frustasi hingga akhirnya menentukan diri untuk meninggalkan negerinya.

“Perasaan sesak ini begitu kuat, dan secara tiba-tiba saya menginginkan untuk meninggalkannya,” ungkap Kang.

“Sebelumnya, saya menganggap batasan yang diberlakukan pemerintah kepada kita sebagai sesuatu yang biasa. Saya kira negara-negara lain juga menjalani kehidupan dengan kendali serupa. Namun, setelah itu, saya baru sadar kalau kondisi tersebut hanyalah terjadi di Korea Utara,” lanjut dia.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *