.CO.ID –
JAKARTA
Diskusi tentang tarif antidumping untuk jenis benang filamen sintetik tertentu seperti Partially Oriented Yarn (POY) dan Drawn Textured Yarn (DTY) masih mendapat penolakan dari para pemain di sektor industri tekstil dan produk-produk tekstil (TPT).
Sebenarnya, perkara tersebut dapat mempengaruhi lingkungan sektor tekstil dan akibat paling parah bisa mengakibatkan kebangkrutan perusahaan. Apabila sampai terjadi seperti itu, kemungkinan besar perusahaan akan melaksanakan PHK secara masif.
Seorang pemilik pabrik benang berasal dari Bandung, Jawa Barat bernama Amril Firdaus menyatakan bahwa masalah BMAD telah dibahas selama kurang lebih satu tahun terakhir ini sesuai dengan dokumen investigasi yang dikeluarkan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
Dia menyatakan secara tertulis pada hari Rabu (21/5/2025) bahwa pihaknya mengimpor bahan mentah seperti yang disebut yaitu POY dan jika dikenakan tarif antidumping, mereka akan mengalami kendala terkait pasokan bahan baku.
Firdaus menyatakan bahwa permintaan lokal untuk benang menurut data yang dia miliki masih sangat rendah nilainya.
“Bila BMAD untuk POY dan DTY tetap dijalankan, hal itu akan memiliki dampak besar pada pabrik kami, mungkin sampai harus menutup pintu karena harga bahan baku tentunya akan meningkat,” jelasnya.
Dia menyebutkan bahwa saat ini ia memperoleh keuntungan sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000 dari setiap produk yang dijualnya.
Jika BMAD meningkat hanya sebesar 5%, modalnya akan bertambah menjadi Rp 1.500, yang berarti perusahaan itu akan mengalami kerugian dan kemungkinan besar akan tutup pabriknya.
“Kami meminta perlindungan kepada pemerintah untuk melindungi industri tekstil, apabila naik 5% saja kami sudah mati, sedangkan hasil laporan terakhir angkanya antara 5% sampai 40%,” ungkap dia.
Pada saat ini, dia berada di antara ratusan perusahaan tekstil lain yang sedang menentang BMAD dan sudah mengirimkan data ke KADI sebagai bagian dari proses pengumpulan data.
Dampak dari penerapan BMAD tersebut cukup signifikan apabila terus diberlakukan, meskipun demikian saya tidak menentang adanya BMAD. Namun, bila BMAD ditujukan pada barang jadi seperti kain ataupun garmen, hal tersebut sangatlah sesuai guna mengamankan sektor perusahaan tekstil di Tanah Air,” ungkap Firdaus.
Dia yakin bahwa jika pemerintah memberi perhatian yang lebih pada sektor textile, Indonesia dapat berkembang dan mungkin sampai ke titik self-sufficiency dalam bidang tekstil.
“Saya percaya bahwa Indonesia dapat mencapai kemandirian dalam sektor tekstil layaknya pada era 1990-an saat kemajuan Indonesia sedang berlangsung, dan bukankah negara lain seperti China juga pernah menjadi pelanggan kita?” demikian katanya menutup pembicaraan tersebut.
Artikel ini dipublikasi di Kcompas.com denganjudul “Bea Masuk pada Benang Mengancam Sektor tekstil yang Tumbang”, Silakan klik link berikut untuk membacanya:
https://money.kompas.com/read/2025/05/21/101124626/wacana-bea-masuk-untuk-benang-ancam-industri-tekstil-gulung-tikar?page=all#page2
.